Sunday 22 November 2015

Ideologi, Aspek Penting Menuju Masyarakat Intelektual*


Oleh: Moch. Ari Nasichuddin, S. Kom**

Mungkin Anda sudah pernah mengenal dengan kata “Ideologi”. Kata ini pernah dikenalkan dalam sekolah formal tepatnya tingkat SMP hingga SMA. Tapi penulis berasumsi pasti kata ini hanya lewat saja dalam pikiran karena memang sejauh pengalaman penulis dalam tingkat sekolah SMP-SMA, tidak ada mata pelajaran yang secara khusus mendalami ini. Benar?

Mari kita coba pelajari pelan-pelan. Wikipedia, situs ensiklopedia bebas mengatakan Ideologi dapat diartikan sebagai ide atau gagasan. Penafsiran lain diutarakan beberapa tokoh dunia salah satunya Machiavelli. Filsuf dari Italia ini mengatakan Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. Karl Marx, filsuf dan salah satu pengarang buku Manifesto Komunis mengartikan Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Sedangkan Taqiyuddin An-Nabhani, tokoh muslim dari Palestina mengartikan, Mabda’ (ideologi) adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan.

Dan penulis akan mencoba menyederhanakan dengan mengatakan: ideologi merupakan suatu dasar/ide yang dimiliki manusia, yang menjadi dasar untuk menjalani aktivitasnya selama hidup. Biasanya sebuah nama ideologi mempunyai akhiran “-isme”. Atau bisa kita bahasakan ideologi = kepentingan.

Kita pasti sadar bahwa dunia yang sedang kita pijak sudah mempunyai umur yang lama. Pastinya banyak ideologi yang lahir di bumi yang sudah tua ini. Apa saja ideologi itu? Ada beberapa peta ideologi di dunia ini, dan penulis akan mencoba mengenalkan kepada Anda, jika tertarik pada salah satu silakan dalami atau kita diskusi secara khusus di lain waktu. Karena makalah ini tidak akan membahas ideologi satu per satu dengan rinci. Penulis melalui makalah ini akan berusaha mengenalkan kepada Anda, apa itu Ideologi? Untuk apa Ideologi? Dan apa pengaruhnya bagi kita sebagai mahasiswa khususnya aktivis pers mahasiswa?

Secara umum peta ideologi di dunia dibagi menjadi dua sisi, yakni kanan dan kiri. Penyebutan ini mengacu dari pengaturan tempat duduk legislatif pada masa revolusi perancis. Kala itu, kaum berideologi sosialis, marxis, dan komunis bertempat di sebelah kiri. Itu lah kenapa ideologi ini sering dinamakan ideologi kiri dan organisasi yang memakai ideologi ini disebut organisasi kiri. Sedangkan kaum berideologi konservatif, liberal, agama, kapitalis, sering disebut kelompok kanan kala itu. Ideologi ini pun dikatakan kanan, atau ideologi kanan. Peta ideologi tersebut tidak tetap, masih bisa diperdebatkan sesuai argumen masing-masing. Penulis sendiri memaknai peta ideologi sebagai alat dalam memetakan kecenderungan tindakan dari sebuah ideologi.

Tidak semua ideologi akan penulis jabarkan, hanya beberapa saja. Ideologi ini kemungkinan besar akan sering banyak dibahas dan disebut dalam ruang sosial kita; Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Liberalisme.

Pertama adalah Sosialime. Ideologi ini mempunyai misi membentuk kondisi masyarakat sama rasa sama rata. Kepentingan bersama menjadi titik tekan pada ideologi ini. Masyarakat sosialis, mengkritik privatisasi alat produksi yang biasanya terjadi pada negara kapitalis. Ide sosialisme juga menjadi dasar terwujudnya ideologi baru, contohnya Komunisme.

Ajaran Komunisme mengacu pada buku berjudul Manifesto Komunis karya Karl Marx dan Friedrich Engels. Ciri-ciri masyarakat komunis diantaranya adalah penghapusan penguasaan alat produksi atas kepemilikan pribadi dan mengalihkan kekuasaan itu kepada masyarakat luas. Masyarakat komunis menegaskan negara mesti mempunyai peran dalam proses menguasai alat produksi. Dengan begitu segala hal yang ada dalam negara tersebut, seperti alat produksi, hasil bumi, dan lain sebagainya dapat diperuntukkan seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat. Usaha yang dilakukan kaum komunis di atas adalah wujud menuju masyarakat sosialistik.

Selanjutnya Kapitalisme, ideologi ini bisa dimaknai sebagai sistem sosial yang menekankan peran kapital (modal) berbasiskan pengakukan hak-hak milik individu. Prinsip dasar kapitalisme mengacu pada kebebasan individu, kepentingan diri, dan pasar bebas.

Prinsip kebebasan individu dalam Kapitalisme inilah yang menjadi menjadi dasar kenapa terwujudnya Kapitalisme selalu dibarengi dengan terwujudnya Liberalisme. Liberalisme sendiri merupakan ideologi yang menekankan kebebasan dan meminimalisir akses pemerintah. Dalam prakteknya Liberalisme dapat menjadi pemulus jalan para pemilik kapital dalam tatanan masyarakat Kapitalisme. Karena masyarakat kapital yang sudah menguasai alat produksi akan semakin menjadi-jadi pada kondisi dimana negara aksesnya diminimalisir dan pasar bebas menjadi tujuannya.

Selain sedikit yang penulis jabarkan di atas, masih ada lagi ideologi yang pernah muncul di dunia ini. Seperti Fasisme, Feminisme, Marhaenisme, dan isme-isme yang lain. Kelak, Anda pun juga bisa menciptakan ideologi.

Ideologi-ideologi di atas lahir dari hasil pengamatan seseorang atas kondisi masyarakat yang ada. Seorang individu menilai ada yang janggal dengan kondisi masyarakat. Maka, ia pun merumuskan idealita atas realita yang. Idealita ini kelak akan disebut dengan Ideologi.

Untuk itu ideologi menjadi penting untuk kaum-kaum yang bergerak dalam aktivis perubahan sosial, salah satunya mahasiswa.

Untuk Apa Ideologi bagi Aktivis Persma?
Sudah dapat kita pahami di atas, ideologi adalah dasar manusia untuk bergerak. Untuk itu jika kita kontekskan dengan keberadaan mahasiswa, bagaimana kedudukan ideologi pada sebuah jatidiri mahasiswa? Tentunya kawan-kawan sekalian ketika mengikuti kegiatan ospek fakultas/universitas pernah dengan mendengar penyataan ini; mahasiswa sebagai agent of change, iron stock, social control. Bahasa gampangnya, mahasiswa merupakan agen perubahan dan kontrol sosial bagi kondisi masyarakat yang ada.

Maka untuk memenuhi tanggungjawab kawan-kawan sebagai mahasiswa di atas, diperlukan apa yang namakan ideologi. Karena, untuk membuat suatu perubahan bukankah mesti paham apa yang perlu diubah? Untuk mengkritik bahwa itu salah bukankah mesti tahu lebih dahulu apa itu benar? Untuk mengontrol kondisi masyarakat bukankah mesti punya alat untuk mengontrol?

Pertanyaan-pertanyaan di atas akan selesai jika kita memiliki ideologi. Lantas, bagaimana peran ideologi terhadap mahasiswa yang bergiat di dunia aktivis pers mahasiswa (persma)?

Pada dasarnya tanggungjawab aktivis persma dengan aktivis mahasiswa lainnya sama. Mereka ada untuk memenuhi tanggungjawab mahasiswa seperti yang saya sebutkan di atas. Namun tentunya untuk mewujudkan tanggungjawab tersebut diperlukan gerakan yang memposisikan budaya intelektual sebagai dasarnya.

Apa itu budaya intelektual? Saya membahasakan budaya inteletual dengan mengejawantahkan menjadi 3 hal; Membaca, Diskusi, dan Berkarya. Hal pertama yakni, membaca. Membaca di sini bukan saja membaca buku saja, tapi juga membaca kondisi sosial. Dengan membaca, ilmu yang berisi ideologi-ideologi akan masuk pada pemikiran mahasiswa. Otomatis poin pertama ini sangat penting dan menjadi kunci poin selanjutnya.

Kedua adalah diskusi. Diskusi adalah sarana dalam mengkomunikasikan ideologi atau pemikiran kita. Dengan diskusi aktivis mahasiswa dituntut untuk objektif. Adil sejak dalam pikiran jika kata Pramoedya Ananta Toer. Aktivitas diskusi dalam persma merupakan sarana menyampaikan gagasan sebelum diputuskan menjadi tema produk jurnalistik seperti majalah, buku, dan online. Karena dalam produk jurnalistik itu memuat karya aktivis persma dari tulisan, foto, ilustrasi, dan lain sebagainya. Karya inilah sebagai suatu aksi untuk merealisasikan pemikiran/ideologi dari aktivis Persma.

Poin terakhir adalah berkarya. Barusan penulis sudah mengatakan jika karya adalah wujud kongkrit dari sebuah ideologi. Di sini penulis ingin menegaskan bahwa karya aktivis persma seperti tulisan, foto, ilustrasi, dll tidak lepas dari ideologi orang yang bersangkutan. Karya persma tidak saja mengandalkan kualitas teknik, tapi juga mengutamakan makna dari karyanya. Untuk itu, sebelum berkarya, aktivis persma diwajibkan melalui proses berwacana atau berideologi. Karena ini penting sebagai dasar kawan-kawan dalam menciptakan suatu karya. Bukankah aneh jika tidak punya ideologi tapi sudah berkarya, mau buat karya apa kita?

Untuk itu peran ideologi menjadi sangat penting dalam persma. Penulis membahasakan ideologi adalah nafas bagi persma. Proses intelektual di atas contohnya berdiskusi bisa dinamakan proses bernafas bagi persma. Oleh karena itu jika diskusi dan daya baca persma tidak lancar, persma akan susah dalam bernafas. Lama kelamaan jika nafas ini semakin susah, persma akan mati (baca: tidak bisa berkarya).

Lantas apa ideologi dari persma itu?

Jika kita mengacu pada buku 9 Elemen Jurnalisme karya Bil Kovach dan Tom Rosenstiel bisa kita baca mau kemana orientasi persma. Persma harus mampu menyuarakan suara masyarakat yang tertindas. Masyarakat yang tidak mampu menyuarakan kepentingannya. Untuk itu persma mesti mampu menangkap permasalahan yang sedang menindas masyarakat dengan ideologi awak di dalamnya. Dan untuk memaknai seperti apa masyarakat yang tertindas itu, masyarakat yang mana? Buruh, petani atau sebagainya? Persma memberi ruang sdm di dalamnya untuk mengkomunikasikan setiap pemaknaan masyarakat tertindas versi mereka. Mau dikupas dari sisi Marhaenisme, Marxisme, Islamisme silakan. Persma membebaskan itu. Dan kebebasan ruang untuk mengkomunikasikan ini lah yang menjadi nilai tawar aktivis persma dibanding aktivis lainnya. Dengan budaya kebebasan berpendapat, berpikir, berideologi di atas harapannya persma mampu mencetak masyarakat dengan tingkat objetivitas intelektual yang tinggi. Mau menerima berbeda pendapat, mengkomunikasikan argumen dengan riset, dan mengkonversikan pendapat mereka dengan karya.

Selain itu proses berideologi dan berkarya di persma menjadikan organisasi ini sebagai tempat yang pas untuk menghubungkan konsen studi di setiap jurusan dalam kampus dengan kondisi realitas masyarakat. Kenapa harus dihubungkan? Karena kita harus memaknai bahwa ideologi/ilmu/wacana yang berkembang di kampus harus mampu menjawab persoalan masyarakat. Dan persma menjanjikan itu dengan ideologisasinya dan karyanya.

Jadi, sudahkah kawan-kawan memahami kenapa harus berideologi? Dan sudahkah memahami untuk apa ideologi dalam aktivitas kalian sebagai aktivis persma dan masyarakat nanti? []


*Disampaikan dalam materi Pengantar Ideologi In House Training (IHT) LPM HIMMAH UII 2015
**Pemimpin Umum LPM HIMMAH UII 2013-2015. Mahasiswa jurusan Teknik Informatika UII 2010. Selama beraktivitas di HIMMAH, banyak mendapatkan pandangan bagaimana menghubungan dunia informatika/teknologi dengan kondisi masyarakat melalui aktivitas jurnalistik. Saat ini menjadi Programmer di Geek Garden Software House dan Redaktur Pelaksana Media Kooperasi Literasi.co.

Referensi:
1. Newman, Michael. 2006. Sosialisme Abad 21: Jalan Alternatif Atas Neoliberalisme. Yogyakarta: Resist Book.
2. Sayyid Santoso Kristeva, Nur. 2015. Manifesto Wacana Kiri: Membentuk Solidaritas Organik Agitas dan Propaganda Wacana Kiri untuk Kader Inti Ideologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
3. Rodinson, Maxime. 1982. Islam dan Kapitalisme. Bandung: IQRA.
4. Hiqmah, Nor. 2011. Pertarungan Islam & Komunisme Melawan Kapitalisme “ Teologi Pembebasan Kyai Kiri Haji Misbach. Malang: Madani.

5. Prasetyo, Eko. Bangkitkah Gerakan Mahasiswa. Yogyakarta: Resist Book.