Bagaimana
kisah seseorang lulusan STM jurusan kimia yang nyasar menjadi operator tower Jogja TV?
Oleh
Moch. Ari Nasichuddin
ANAK KECIL ITU
BERLARI-LARI KECIL TANPA MEMAKAI BAJU DI SEKITARAN KURSI. Terletak di sebuah
ruang yang bisa dikatakan sebagai ruang tamu. Ukurannya kecil, sekisar 2x2
meter, berbentuk segiempat. Ditambah lagi kursi-kursi kayu yang mengitari di
tiga sisinya. Sisi lainnya terdapat almari TV yang ditempeli poster Javier
Hernandez, striker klub Liga Inggris Manchester United. Di belakang anak kecil,
muncul sesosok lekaki memakai kaos putih dengan membawa kaos mengejarnya.
Tangannya mengait anak tersebut.
“Sek
kene, gae klambi sek,” tutur lelaki itu kepada anak kecil.
Laki-laki
tersebut bernama Heri Setiawan. Pemuda berumur kisaran 25-26 tahun yang
berdomisili di Dusun Soko, Desa Ngoro-Ngoro, Kec. Pathuk, Kab. Gunung Kidul. Ia
ada seorang operator di tower Jogja TV. Heri, biasanya dia disapa.
Heri
bekerja sebagai operator tower Jogja TV. Tugasnya menghidupkan dan mematikan
saluran Jogja TV sesuai jadwalnya.
Ia mendaftar sebagai
karyawan di Jogja TV pada tahun 2006. Waktu itu kisaran 150-200 orang yang
mendaftar.
“Semua diseleksi,
termasuk saya,”tuturnya.
Alhasil, yang
diterima masuk hanya sebelas orang, termasuk Heri. Dari kesebelas orang itu
sekarang hanya sisa 5 orang. Ke empat orang ditempatkan sebagai tukang kebun.
Sedangkan Heri sendiri diberi amanat sebagai operator.
Rupanya kerja Heri selama
ini tidak sebagai operator saja. Ia sempat dipindahtugaskan di studio Jogja
TV daerah Berbah, Sleman.
“Saya dulu pertama
satpam di [kantor] studio [Jogja TV], selanjutnya jadi operator disini, jadi master control setahun [di kantor studio
Jogja TV], setelah itu pindah sini lagi pada tahun 2011,”Ucap Heri.
Kenapa ia selalu
berpindah-pindah tugas menurutnya untuk memberdayakan karyawan.
“Dimana ada karyawan
di untungkan, perusahaan juga diuntungkan,”kata Heri.
Pekerjaan Heri
sebagai operator dibagi dua bagian. Bagian pertama jam 7 pagi sampai jam 7
malam. Sedangkan bagian kedua, jam 7 malam sampe jam 7 pagi.
“Dulu yang bekerja
disini dua orang dua orang Mas, jadi ada temannya, tetapi sekarang nggak,”akunya.
Karena sekarang ia
menjadi operator sendiri, konsekuensinya dirinya harus tetap stand by saat bertugas. Heri harus
mencari kesibukan guna menghilangkan kejenuhan dan rasa kantuk.
“Bahaya Mas kalau
ketiduran, bisa langsung ditelpon orang kantor saya,” tuturnya sambil sedikit
tertawa.
Terkadang Heri
mengajak teman-temanya untuk sekedar nongkrong
di tempat kerjanya. Hal itu adalah upayanya untuk mengusir rasa jenuh. Selain
itu, ia juga sering mengajak anak tunggalnya berumur 4 tahun, Ahmil namanya.
SELAMA
ENAM TAHUN BEKERJA HERI SELALU MEMPEROLEH PENINGKATAN GAJI. Dulu sewaktu ia
masih menjalani masa-masa training ia
mendapatkan gaji kisaran 375 ribu. Nominal gaji itu masih dibawah UMR Jogja
saat itu. Dikarenakan menurut manajemen kinerja Heri bagus, maka ia diberi
kenaikan gaji.
“Nek dibilang cukup, untuk hidup itu cukup,” kata Heri.
Heri menceritakan suka duka pekerjannya selama
ini. Menurutnya, jika bekerja di tower pressuere
sedikit. Berbeda bilamana ia bekerja di kantor. Di kantor penuh dengan
pengawasan menurut Heri. Akan tetapi tak menutup kemungkinan ia harus memanjat
tower Jogja TV setinggi 75 meter jika ada kerusakan. Ia juga sering memperbaiki
semua kerusakan lainnya selama masih dalam skala kecil.
“Kerusakannya banyak,
semisal power, transmisi, amplifier-nya ada yang rusak. Terus yang sering sinyal rusak,” Ucapnya.
Heri mengaku
sebelumnya belum pernah mendapatkan keahlian Elektronika di bangku STM. Bahkan
ketika STM jurusannya kimia. Baru setelah ia mengikuti masa training di Jogja TV, ia mendapatkan
keahlian elektronika dasar.
Meski berlawanan
dengan disiplin ilmunya sewaktu masih di STM, ia tetap ikhlas menjalan
pekerjaannya. Karena lulusan STM tahun 2001 ini memandang pekerjaannya ini
hanya sebagai batu loncatan. Banyak pekerja di tv nasional yang dulunya juga
bekerja di Jogja TV. Seperti, Hanum Rais dan Artika Amalia. Heri diam-diam juga
berhasrat mengembangkan karirnya sampai tv nasional.