Tuesday 13 November 2012

Kardi dan Sepeda Merah


Oleh Moch. Ari Nasichuddin


Desir angin menyeruak disekujur tubuh. Iringan suara sepeda motor berlalu-lalang. Aroma tanah dan rumput liar mendominasi. Jalan tidak begitu ramai. Bahkan cenderung sepi. Sesekali terlihat anak kecil berboncengan naik sepeda. Kanan kiri jalan dihiasi dengan trotoar yang catnya masih baru.
Di samping trotoar, nampak sepeda onthel berwarna merah. Jok sepeda tersebut rusak. Catnya karatan, bahkan terlihat sangat renta. Di bagian belakang sepeda terdapat kayu yang sengaja diikatkan. Pemilik sepeda merah itu tak lain adalah seorang kakek. Ia mengenakan kaos kuning, berlengan biru, dan memakai topi. Mengenakan celana pendek berwarna hitam. Namanya adalah Kardi. Ia berdomisili di daerah Bencaran.
          Tak jauh dari sepeda merah milik Kardi bersandar, terlihat pematang sawah. Keadaan sawah gersang. Banyak tanaman liar menghiasinya. Ada tanaman rumput gajah, bayam, pisang, ketela. Akan tetapi, semua tanaman tadi itu tumbuh dengan liar.
Keadaan sawah sangat sepi. Hanya ada dua orang yang terlihat disana. Salah satunya Kardi. Sawah Kardi sudah lama tak terurus. Musim kemarau cukup mengganggu stabilitas sawahnya. Biasanya disaat penghujan sawah Kardi ditanami padi. Sedangkan, disaat kemarau biasanya ia menanami dengan kacang-kacangan. Namun, saat ini sawah kardi hanya dipenuhi tanaman gulma.
Kardi disana bukan untuk membajak, mengairi, maupun merawat sawah. Ia hendak mencari pakan kambing.
“Pun dangu pak jenengan ngarit dateng mriki?” tanya saya kepada Kardi.
          “Sampun mas, mpun dangu,”jawabnya.
Tidak disini saja Kardi mencari rumput. Terkadang ia juga mencari di daerah lain. “Kadang-kadang kulo dateng kulon mriko lek mboten lor mriko,” tutur Kardi sambil menunjukan arah barat dan utara. Sebelumnya Kardi sudah mendapatkan satu babon rumput. Satu babon sama halnya dengan satu karung. Tetapi satu babon tidaklah cukup untuk memberi makan keempat  kambingnya.
Umur Kardi 74 tahun. Meski begitu, ia tetap tegap menyabit rumput liar. Wajah keriput, tubuh renta, dan rambut beruban tak melumpuhkan kecekatannya. Sesekali ia menyingkirkan keringat dari dahinya. Kardi mengatakan ia telah mempunyai lima anak. Semuanya sudah mapan. Salah satu dari anaknya sudah bekerja sebagai tukang service di daerah Sleman.
Jam menunjukan pukul 16.00, Kardi bergegas pulang. Rumput yang diperoleh tidak begitu banyak. Tetapi wajah puas terpancar dari raut wajahnya.
“Mpun kesel mas,” Ucap Kardi sembari tersenyum.
Satu babon rumput ia kumpulkan. Ia mengikatnya kencang. Setelah diikat dinaikanlah rumput itu di sepeda merah milik Kardi. Sebelum pergi, sembari tersenyum ia berpamitan kepada saya. Saya pun membalas dengan melambaikan tangan.

No comments:

Post a Comment