Thursday 1 May 2014

Berbicara Hari Buruh.

Hari buruh. Saya pikir tidak semua orang tahu tentang sebutan itu. Apalagi kalau kita menyebutkannya dengan istilah "May Day". Ha? Apalagi itu? Memang tidak semua orang mengenal hari buruh. Kecuali orang-orang dari kalangan aktivis, mahasiswa, akademisi, atau buruh itu sendiri. Tahun ini untuk pertama kalinya meliburkan hari buruh. Beberapa kalangan memandang hal ini sebagai kemajuan dari pemerintah akan kesadaran tentang buruh. Meskipun tidak menutup kemungkinan ada desakan dari dunia internasional. Tetapi ada pula yang berpandangan pemerintah sudah telat. Di negara lain perhatian pemerintah terhadap buruh sudah lebih dari itu. Tidak hanya meliburkan 1 Mei, tetapi sebagian negara lain sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sifatnya mengatrol kesejahteraan buruh itu sendiri.

Lantas, apa benar negara kita memang tertinggal? Dua hari yang lalu saya membaca rubrik opini di Kompas. Biasanya opini di media ini ditulis orang-orang yang ahli sesuai opini yang ia tulis dan opini tersebut bertema sesuai kondisi isu nasional. Sesuai apa yang saya baca, sebenarnya Indonesia termasuk maju dalam menyikapi buruh. Salah satunya melalui Undang-Undangnya (UU). UU termasuk yang terbaik di Asia. Karena Indonesia termasuk negara yang banyak meratifikasi hasil himbauan internasional terhadap buruh, dalam hal ini ILO. Organisasi tentang buruh dibawah naungan PBB. Masalahnya sekarang amanat mulia dari UU ini tidak dijalankan sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam hal ini presiden dan kementerian tenaga kerja. Mereka malah mengeluarkan Inpres dan SK yang sifatnya menghambat tujuan dari UU. Dari sini kita sudah dapat satu permasalahan soal buruh di Indonesia.

Masalah kedua adalah soal penegakan hukum. UU mengamanatkan semua perusahaan sesuai apa yang tertulis di UU tersebut. Dalam prakteknya tidak semua perusahaan mengimplementasikannya. Tentunya ketika ini terjadi, harus ada sanksi. Namun negara seolah tidak berkutik. Mereka berdiam diri. Entah itu disengaja atau tidak.

Kedua poin di atas masih bisa bertambah lagi. Tapi paling tidak kita sudah tahu masalah apa yang mesti dituntut dari persoalan buruh. Biar kita tidak hanya ikut-ikutan saja dalam memperingati hari buruh tanpa tahu apa sich masalahnya.

Setelah kita paham akan masalahnya kita jadi punya acuan. Memperingati hari buruh tidak harus berdemo menurut saya. Bisa dengan membaca, berdiskusi, setelah itu menulis. Esensi "memperingati" adalah "mengingat". Dengan melakukan MMD (Membaca, Menulis, Diskusi) kita sudah melakukan pengingatan. Baik untuk diri sendiri atau untuk orang lain. Itulah tujuan saya menulis tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat mengingatkan bagi yang membacanya.

No comments:

Post a Comment