Tuesday 6 May 2014

Mengkritisi Pemilihan Rektor UII

Berawal pada Jum'at, 28 Februari, Panitia Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor UII Periode 2014 – 2018 menetapkan Hadri Kusuma sebagai Rektor Terpilih. Tepatnya kala itu siang hari setelah sholat jum'at. Namun, kita mesti tahu juga bahwa pada pagi harinya rektorat juga membentuk sebuah tim. Tim ini nantinya akan melakukan investigasi. Investigasi apa? Ternyata sebelumnya telah tersiar kabar bahwa ada calon rektor yang dicurigai menyalahgunakan dana dari dikti. Dana ini adalah Beasiswa Biro Berencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN). Tugas utama tim ini menelusuri apakah benar calon rektor yang juga menjabat sebagai dekan positif menyalahgunakan dana beasiswa. Rencana awal tim ini bekerja selama 10 hari. Namun pada prakteknya rektorat memperpanjang masa kerjanya karena dirasa kurang.

Hingga pada Rabu, 26 Maret, tepatnya saat Senat Universitas menyelenggarakan rapat dengan agenda pembahasan hasil Tim Investigasi, mahasiswa atau mereka menyebut dirinya Keluarga Mahasiswa (KM) UII mengadakan demonstrasi tepat di depan GKU Sardjito, tempat terselenggaranya rapat senat tersebut. Demo ini bukannya tanpa sebab. Sebelumnya DPM U yang notabene lembaga perwakilan mahasiswa universitas sudah mengirimkan surat kepada Tim Investigasi bentukan Rektorat untuk meminta hasil investigasinya. Juga mereka telah menyurati Rektorat melalui Direktorat Kemahasiswaannya dan Wakil Rektor III-nya. Tetapi hasilnya nihil. Tidak ada respon. Puncaknya saat jamuan makan bersama lembaga mahasiswa di Rumah Makan Padang Sederhana pada 21 Maret, Edy secara tegas menghimbau agar mahasiswa tidak menanyakan tentang hasil Tim Investigasi. “Ini bukan urusan kalian,” tutur Edy kala itu. Akan tetapi hasil dari demo ketika itu tidak sesuai harapan. Semula tujuan utama demo adalah menuntut transparansi hasil penelusuran Tim Investigasi. Namun senat, melalui Ketuanya yang juga Rektor UII, Edy Suandi Hamid mengatakan, untuk menyelesaikan persoalan ini senat perlu waktu. "Saat ini senat sedang membahasnya bersama dengan para anggota senat dan alumni UII ," tutur Edy. Artinya hasil kerja Tim Investigasi belum bisa disosialisasikan. Singkatnya, Edy mengharapkan mahasiswa agar bersabar. Hasil dari rapat senat akan diinfokan kepada mahasiswa beberapa hari lagi.

Selang berapa hari, tidak ada rilis info resmi dari pihak kampus terkait hasil rapat senat. Dari obrolan penulis dengan pihak DPM U, hasil dari rapat senat pada tanggal 26 Maret adalah calon rektor yang sebelumnya menjabat sebagat dekan di fakultas masing-masing positif terindikasi kasus pemotongan dana beasiswa.Dekan yang terindikasi adalah semua dekan di fakultas yang ada di UII kecuali FIAI. Namun, info ini masih perlu diverifikasi lagi. Dengan ini, otomatis dekan yang masuk dalam calon rektor gugur karena telah melanggar kode etik yang ada di UII. Hasil pilrek pun dibatalkan. Terkait pembatalan ini tidak ada rilis resmi dari kampus. Baik di laman uii.ac.id maupun di UII NEWS. Kampus terasa adem ayem.

Beberapa minggu kemudian, ada informasi bahwa Badan Wakaf (BW) UII telah melantik rektor presidium beserta wakilnya di gedung UII Cik Di Tiro lantai 3. Rektor Presidium dijabat oleh Harsoyo dari FTSP, sedangkan Wakil Presidium dijabat oleh Mustaqim dari FH dan Kumala Hadi FE. Dan lagi, tidak ada info resmi terkait hal ini. Seolah kampus memagari agar warga UII khususnya mahasiswa agar tidak tahu menahu. Padahal pembatalan hasil pilrek dan pelantikan rektor presidium berimbas ke banyak hal. Salah satunya wisuda. Wisuda yang semestinya diadakan pada bulan Mei mesti diundur pada bulan Agustus. Hal ini karena UII belum memiliki rektor definitif. Serta banyak hal lain yang kena imbasnya.

Rektor presidium sendiri mempunyai 2 tugas utama, yakni menjadi pengelola sementara kampus dan menyelesaikan permasalahan pilrek. Untuk penyelesaian masalah pilrek, rektor presidium yang otomatis menjadi ketua senat lalu menyelenggarakan rapat senat-penulis belum tahu kapan tanggalnya-yang membahas tentang penyelesaian kasus tersebut dan sanksi untuk yang melakukannya. Hasilnya rapat senat memutuskan pemilihan rektor resmi akan diulang, dan dekan yang terindikasi positif melakukan pemotongan dana akan dikenai sanksi sedang dan berat. Sanksi ini berupa tidak bolehnya menjabat jabatan struktural di UII yang sifatnya pemilihan (misal: dekan dan rektor) dan gelar profesornya akan dicopot selama 6 bulan. Hasil rapat senat ini selanjutnya akan diserahkan ke BW. Dan bagi pihak yang akan mengajukan banding silakan mengadap BW.

Hingga detik ini, pemilihan rektor ulang sedang berlangsung. Dengan panitia baru dan tentunya dengan bakal calon yang baru, meskipun ada bakal calon sebelumnya tidak lolos yang maju kembali. Ada perbedaan antara pilrek ulangan ini dengan pilrek yang sebelumnya. Jika pada pilrek sebelumnya, setelah senat memilih calon rektor selanjutnya BW memilihnya. Akan tetapi pada pilrek yang diulang sekarang tidak demikian, setelah senat memilih otomatis rektor tersebut akan menjadi rektor UII definitif. Hal itu penulis lihat dari poster agenda pilrek ulang yang ditempel oleh pihak panitia pilrek ulang.

Tujuh Poin Penting

Tulisan di atas hanya sebatas timeline dari kisah perjalanan pemilihan rektor UII yang penuh dinamika. Namun, ada beberapa hal yang penulis catat dan perlu diperhatikan. Pertama soal asal muasal isu pemotongan dana itu ada. Kira-kira siapakah orang yang mencuatkan info itu? Menurut hemat penulis, info yang mampu menggerakkan rektorat untuk membentuk sebuah tim investigasi dan berimbas membatalkan hasil pemilihan rektor ini bukan meluncur dari mulut orang sembarang.

Kedua, soal Beasiswa BPKLN. Sejak kapan beasiswa ini ada? Dan bagaimana selama ini beasiswa ini berjalan? Pada saat kapan pemotongan itu terjadi, apakah ditahun-tahun sebelumnya juga pernah terjadi? Kalau semisal juga terjadi ditahun sebelumnya apakah itu diusut juga? Dan kenapa Beasiswa BPKLN yang dipersoalkan? Apakah beasiswa-beasiswa lain tidak ada persoalan? Pun soal dana yang dipotong itu, kemana larinya? Desas-desus yang berkembang hasil potongan tersebut digunakan untuk biaya operasional beasiswa itu sendiri. Bahkan ada yang mengatakan untuk membiayai program umroh gratis yang di sebuah fakultas. Kedua info ini masih abu-abu sehingga perlu dicek kebenarannya.

Ketiga, soal penyeleksian atau pertimbangan panitia pilrek sebelumnya dalam memilih bakal calon rektor yang terpilih, apakah panitia tidak ada semacam fit and proper test? Apakah panitia tidak ada pertimbangan riwayat dosen yang akan mereka undang menjadi bakal calon rektor? Sekedar info saja, untuk pemilihan rektor UII sistemnya tidak berawal dari dosen yang ingin jadi bakal calon rektor datang mengajukan diri. Tetapi dimulai dengan pihak panitia mengirimkan surat undangan kepada dosen untuk diminta kesanggupannya menjadi bakal calon rektor UII. Peran panitia dalam menyeleksi atau mempertimbangkan dosen yang akan diundang di sini menurut penulis sangat penting. Karena ketika dari panitia sudah ada pengecekan rekam jejak bakal calon rektor, kasus yang sudah terjadi sekarang tidak akan ada dan dapat dihindari. Kasus ini menurut penulis dapat mengarah ke arah politis karena mencuat pada saat tahap akhir pilrek. Kalau saat pilrek ulangan sekarang tidak ada perubahan sistem-dan sepertinya memang tidak ada-maka tidak menutup kemungkinan kejadian serupa akan terulang lagi. Dan imbasnya mahasiswa UII juga yang terkena dampaknya.

Keempat, soal dosen atau dekan yang terindikasi. Jujur, penulis masih skeptis kok bisa orang-orang yang berkedudukan tinggi dengan gelar akademik yang mentereng-bahkan ada yang sudah profesor-melakukan kecerobohan seperti itu. Pasti ada yang janggal di belakang itu semua. Mahasiswa S1 yang belum lulus saja bisa mengatakan bahwa perbuatan itu menyalahi aturan masak sekelas doktor atau profesor tidak tahu?

Kelima, soal kerugian dari lamanya transisi proses kepemimpinan ini, apa saja kerugiannya, baik dari segi materil maupun nonmateril?

Keenam, transparansi informasi kepada mahasiswa sangat minim. Bahkan seolah tertutup. Hal itu terbukti dengan sulitnya pers mahasiswa yang ada di UII untuk meminta klarifikasi kepada pihak-pihak terkait. Baik itu kepada presidium, BW, dekan, panitia, dan Tim Investigasi. Tak hanya itu saja di media milik UII (UII News dan uii.ac.id) kampus tidak berani memberitakannya. Hanya berita informatif yang sifatnya positif saja yang diberitakan. Seolah UII membuat mahasiswanya agar tidak tahu, membodohi mahasiswa agar tidak kritis, dan membuat mereka agar hanya memikirkan kuliah-tugas dan kuliah-kuliah tugas. Mahasiswa dibuat untuk acuh tak cauh dengan persoalan sepenting ini, yang mana jika kasus ini diketahui pihak luar, nama besar UII di tataran nasional bisa runtuh. UII yang selama ini dikenal penghasil praktisi dan akademisi yang berkompeten di bidang hukum malah menjadi pelaku pelanggaran hukum.

Ketujuh, soal sanksi yang dikenai kepada dosen yang terindikasi. Kenapa UII memilih menyelesaikannya di internal? Kenapa UII tidak dengan tegas dan berani membawa kasus ini ke hukum yang berlaku di negara? Karena setahu penulis, pemotongan dana uang negara itu dinamakan korupsi. Dan kalau alasannya kenapa tidak membawa keluar itu untuk menjaga nama baik UII, apakah tidak sia-sia saja? Cepat atau lambat apakah tidak terdeteksi oleh negara? Pastinya beasiswa itu ada semacam laporan pertanggungjawaban kepada negara, bagaimana UII “menyembunyikannya”? Lantas, apa sikap kita sebagai mahasiswa UII yang melihat kampus melakukan pembohongan kepada negara? Diam atau mendukung?

Tujuh poin di atas tak lebih dari analisis kasar penulis pribadi. Mungkin Anda punya analisis lebih tajam dari saya. Yang pasti, kasus yang melibatkan dana tidak terjadi sekali ini saja. Pada tahun 80’an pernah terjadi kasus penggelapan dana pembangunan Kampus Antara-sekarang menjadi gedung Fakultas Ekonomi-yang bertempat di Condong Catur, Sleman. Kala itu ada pemuda bernama Slamet Saroyo yang mesti merenggang nyawa karena berusaha mengekspose kasus itu. Ia dibunuh oleh pendukung Efendy Ary, Pembantu Rektor II yang katanya menjadi aktor penggelapan dana. Lebih lengkap silakan baca buku “Api Putih di Kampus Hijau”. Hal yang mesti patut kita tiru dari kisah tersebut adalah semangat mahasiswa dulu yang tidak tinggal diam melihat ketidakberesan di dalam kampusnya. Semangat yang sekarang terlihat hilang dari dalam diri mahasiswa UII.

*Silakan diklarifikasi jika ada yang salah dari tulisan ini.

No comments:

Post a Comment