Thursday 2 April 2015

Pentas ‘Seminar Jalanan’ Ditengah Aksi Rektorat UGM

Massa aksi melingkar guna mementaskan "Seminar Jalanan".

Nur Sulistyo, Kepala Bidang Keamanan menghimbau agar massa aksi jangan terlalu dekat dengan rektorat.

Tuntutan dari massa aksi.

"..aksi ini selesai adalah sebuah kedewasaan kawan!" pekik Owi.

Hendra membacakan puisi ditengah "Seminar Jalanan".

        Ditengah demonstrasi yang diadakan pada Kamis (2/4) pagi, Aliansi Mahasiswa Jogja Peduli Rembang (AMJ-PR) membuat “Seminar Jalanan” tepat di depan rektorat UGM. Sebelum kegiatan itu berlangsung, massa AMJ-PR mendapatkan halangan dari petugas keamanan UGM. Tepatnya ketika massa aksi ingin mendekat ke pintu masuk rektorat UGM, pihak keamanan yang diwakili oleh Nur Sulistyo selaku Kepala Bidang Keamanan mengatakan massa aksi tidak boleh terlalu masuk pintu rektorat. Larangan ini ada karena saat itu sedang berlangsung rapat koordinasi antara pimpinan di UGM dan pihak keamanan juga menilai demontrasi pada pagi itu belum mempunyai izin. Namun Angga Palsewa Putra sebagai salah satu massa aksi menunjukkan kepada seluruh anggota aliansi bahwa demonstrasi pagi itu sudah mempunyai surat izin dari kepolisian.

        Sempat terjadi adu mulut antara massa aksi dan pihak keamanan. Hazairin Rowiyan sebagai Koordinator Umum Aksi mencoba bernegosiasi dengan pihak keamanan. “Karena kita dari kalangan intelektual, mari lebih baik kita selesaikan secara intelektual,” tutur mahasiswa yang biasa dipanggil Owi ini. Nurhadi Raharjo sebagai Kepala Keamanan UGM pun balas mengatakan, “Caranya intelektual itu ya pakai seminar.” Sontak, massa aksi pun langsung membuat “Seminar Jalanan” sesuai penuturan Nurhadi.

        Jalannya “Seminar Jalanan” diiisi oleh penampilan dari massa aksi. Salah satunya Hendra Try Ardianto yang membaca puisi tentang negeri yang serba berbolak balik. “Di negeri bolak balik, membela rakyat adalah sesuatu yang aneh. Eksploitasi alam yang dilakukan oleh korporasi adalah wajar,” tukas Hendrawan ketika membacakan puisinya.

     Ada juga Yuli, salah satu massa aksi yang mengisi “Seminar Jalanan” dengan berorasi. Ia menceritakan sebagai orang yang di daerahnya telah berdiri pabrik semen, Yuli merasa tidak mendapatkan efek positif sama sekali. “Dulu ketika akan dibangun pabrik dikatakan akan mengambil tenaga kerja dari warga sekitar. Tetapi nyatanya malah tenaga kerja di pabrik itu berasal dari luar negeri. Saya pun akhirnya mesti menjadi TKI!” pekik wanita asal Banyumas ini. Ia juga menyerukan sudah sewajarnya masyarakat mendukung perlawanan yang dilakukan ibu-ibu Rembang agar kejadian yang ia rasakan tidak dialami mereka. “Jangan sampai ibu-ibu Rembang mau bertani tidak ada lahannya karena diubah menjadi pabrik semen,” seru Yuli lagi.


        Pagelaran “Seminar Jalanan” ini akhirnya berlangsung sampai akhir demonstrasi. Sempat massa aksi meminta pihak keamanan untuk tampil di seminar tersebut tetapi tidak digubris. Owi pun akhirnya menutup seminar dan demonstrasi seketika itu. Mahasiswa FH UII ini menegaskan bahwa demonstrasi siang itu bukan untuk mengancam pimpinan UGM, tetapi melainkan ingin mengajak UGM berjuang bersama masyarakat Rembang. Ia juga mengatakan kalau seluruh anggota aliansi adalah orang yang berintelektual karena telah melakukan seminar sesuai saran pihak keamanan tadi. “Aksi siang ini selesai bukan soal kalah-menang kawan-kawan, karena dalam aksi tidak ada yang kalah dan menang. Tetapi aksi ini selesai lebih soal kedewasaan karena kita memahami pihak rektorat UGM yang tidak mau ditemui,” seru Owi di akhir aksi.

No comments:

Post a Comment