Massa aksi melingkar guna mementaskan "Seminar Jalanan". |
Nur Sulistyo, Kepala Bidang Keamanan menghimbau agar massa aksi jangan terlalu dekat dengan rektorat. |
Tuntutan dari massa aksi. |
"..aksi ini selesai adalah sebuah kedewasaan kawan!" pekik Owi. |
Hendra membacakan puisi ditengah "Seminar Jalanan". |
Ditengah demonstrasi yang diadakan pada
Kamis (2/4) pagi, Aliansi Mahasiswa Jogja Peduli Rembang (AMJ-PR) membuat “Seminar
Jalanan” tepat di depan rektorat UGM. Sebelum kegiatan itu berlangsung, massa
AMJ-PR mendapatkan halangan dari petugas keamanan UGM. Tepatnya ketika massa
aksi ingin mendekat ke pintu masuk rektorat UGM, pihak keamanan yang diwakili
oleh Nur Sulistyo selaku Kepala Bidang Keamanan mengatakan massa aksi tidak
boleh terlalu masuk pintu rektorat. Larangan ini ada karena saat itu sedang
berlangsung rapat koordinasi antara pimpinan di UGM dan pihak keamanan juga
menilai demontrasi pada pagi itu belum mempunyai izin. Namun Angga Palsewa
Putra sebagai salah satu massa aksi menunjukkan kepada seluruh anggota aliansi
bahwa demonstrasi pagi itu sudah mempunyai surat izin dari kepolisian.
Sempat terjadi adu mulut antara massa
aksi dan pihak keamanan. Hazairin Rowiyan sebagai Koordinator Umum Aksi mencoba
bernegosiasi dengan pihak keamanan. “Karena kita dari kalangan intelektual,
mari lebih baik kita selesaikan secara intelektual,” tutur mahasiswa yang biasa
dipanggil Owi ini. Nurhadi Raharjo sebagai Kepala Keamanan UGM pun balas mengatakan,
“Caranya intelektual itu ya pakai seminar.” Sontak, massa aksi pun langsung
membuat “Seminar Jalanan” sesuai penuturan Nurhadi.
Jalannya “Seminar Jalanan” diiisi oleh
penampilan dari massa aksi. Salah satunya Hendra Try Ardianto yang membaca
puisi tentang negeri yang serba berbolak balik. “Di negeri bolak balik, membela
rakyat adalah sesuatu yang aneh. Eksploitasi alam yang dilakukan oleh korporasi
adalah wajar,” tukas Hendrawan ketika membacakan puisinya.
Ada juga Yuli, salah satu massa aksi
yang mengisi “Seminar Jalanan” dengan berorasi. Ia menceritakan sebagai orang
yang di daerahnya telah berdiri pabrik semen, Yuli merasa tidak mendapatkan
efek positif sama sekali. “Dulu ketika akan dibangun pabrik dikatakan akan
mengambil tenaga kerja dari warga sekitar. Tetapi nyatanya malah tenaga kerja
di pabrik itu berasal dari luar negeri. Saya pun akhirnya mesti menjadi TKI!”
pekik wanita asal Banyumas ini. Ia juga menyerukan sudah sewajarnya masyarakat mendukung
perlawanan yang dilakukan ibu-ibu Rembang agar kejadian yang ia rasakan tidak dialami
mereka. “Jangan sampai ibu-ibu Rembang mau bertani tidak ada lahannya karena
diubah menjadi pabrik semen,” seru Yuli lagi.
Pagelaran “Seminar Jalanan” ini akhirnya
berlangsung sampai akhir demonstrasi. Sempat massa aksi meminta pihak keamanan
untuk tampil di seminar tersebut tetapi tidak digubris. Owi pun akhirnya
menutup seminar dan demonstrasi seketika itu. Mahasiswa FH UII ini menegaskan
bahwa demonstrasi siang itu bukan untuk mengancam pimpinan UGM, tetapi
melainkan ingin mengajak UGM berjuang bersama masyarakat Rembang. Ia juga
mengatakan kalau seluruh anggota aliansi adalah orang yang berintelektual
karena telah melakukan seminar sesuai saran pihak keamanan tadi. “Aksi siang
ini selesai bukan soal kalah-menang kawan-kawan, karena dalam aksi tidak ada
yang kalah dan menang. Tetapi aksi ini selesai lebih soal kedewasaan karena kita
memahami pihak rektorat UGM yang tidak mau ditemui,” seru Owi di akhir aksi.
No comments:
Post a Comment