Tuesday 31 March 2015

Media Minim Memberitakan Kasus Rembang


Gun Retno selaku tokoh masyarakat adat Samin dan Dwi Cipta dari GLI (kiri ke kanan) menjadi pembicara dalam acara diskusi film “Semen vs Samin” yang diselenggarakan GMNI FH UII di kampus FH UII (31/3). Dalam penuturannya Gun Retno mengatakan kampus agar menjadi agen perubahan terkait ketidakadilan. 

Keterlibatan Sedulur Sikep tidak hanya terpusat pada pembangunan pabrik semen di Pati saja, tapi juga di daerah Rembang. Hal itu diutarakan Gun Retno selaku tokoh masyarakat adat Samin ketika menjadi pembicara pada diskusi film "Samin vs Semen" Kamis (31/3) yang diselenggarakan oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) FH UII. Kang Gun, panggilan akrabnya menyayangkan pihak pemerintah dan pabrik yang selalu mengatakan bahwa pembangunan pabrik semen tidak merusak lingkungan padahal yang terjadi adalah sebaliknya.

Kang Gun juga menceritakan warga Rembang sudah melakukan beberapa aksi untuk menolak pembangunan pabrik semen. Salah satunya dengan mendirikan tenda di sekitar pembangunan pabrik semen. Ibu-ibu yang tinggal di sekitar pembangunan pabrik meninggali tenda selama hampir 9 bulan. Jarak tenda dengan rumah mereka kira-kira 5 KM. “Mereka punya janji kalau alat berat belum diambil tidak akan pulang,” tukas Kang Gun.

            Selain itu warga Rembang juga menggugat pemerintah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun Gun Retno sedikit pesimis warga Rembang gugatan akan memenangkan gugatan. “Hakim sepertinya sudah mengeluarkan putusan untuk memenangkan pihak semen. Padahal peraturan daerah (perda) tata ruang di Rembang mengatur Cekungan Air Tanah (CAT) itu masuk dalam kawasan dilindungi. Selain itu juga ada ketetapan presiden (kepres) bahwa CAT itu tidak untuk ditambang,” tutur Gun Retno

            Pembicara kedua adalah Dwi Cipta dari Gerakan Literasi Indonesia (GLI). Ia menuturkan jika GLI sudah dari tahun 2013 mengadvokasi isu di Rembang dan berusaha membangun komunikasi yang lebih luas terkait isu itu. “Aslinya kami saat itu belum tahu bagaimana isu Rembang diketetahui publik luas,” ucap Cipta.

Menurut laki-laki asal Pemalang ini, penyebab publik tidak tahu kasus Rembang karena media tidak memberitakan secara luas, media banyak memberitakan apa yang terjadi di Jakarta. Padahal banyak persoalan penting di tataran masyarakat yang mestinya perlu diadvokasi, salah satunya yang terjadi di Urut Sewu. “Apakah berita semacam ini dikonsumsi mahasiswa?,” tanya Cipta kepada peserta diskusi. Padahal, menurut Cipta, mahasiswa sejak dulu terkenal menjadi mesin pembawa perubahan. Kalau mahasiswa sekarang secara apolitis dan tidak sadar lingkungan, perubahan yang dibawa mahasiswa tidak akan terjadi.

Di Jogjakarta sendiri sudah ada Aliansi Mahasiswa Jogja Peduli Rembang (AMJ-PR).Meski begitu, menurut Cipta, aliansi ini tidak hanya terfokus pada kasus Rembang saja. Karena diperkirakan korporasi akan lari ke daerah Blora juga. Artinya ada kemungkinan masyarakat kelas bawah akan mengalami kerugian jika ada pembangunan pabrik  di sana. Padahal selama ini, rakyat khususnya petani, menjadi pemasok pangan masyarakat yang ada di kota. Mereka juga mempunyai kesadaran dalam menjaga lingkungan.”Mereka adalah penyuplai oksigen kita,” ucap Cipta.

Laki-laki yang biasa dipanggil Kang Cip ini mengatakan ada beberapa pilihan yang bisa dilakukan mahasiswa. Salah satunya mahasiswa bisa membuat tim untuk melawan propaganda pihak yang melawan pro pembangunan semen. Selain itu juga bisa membangun gerakan politik yang lebih solid untuk menekan kebijakan yang pro rakyat.

            Peserta diskusi juga turut memeriahkan jalannya diskusi. Salah satunya Yogi, ia menanyakan bagaimana teman-teman di GLI melihat hubungan antara konflik agraria dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)? Ia juga menanyakan di Kulon Progo sendiri tepatnya dikasus pembangunan bandara, konflik antar masyarakat pro dan kontra sudah sangat meruncing. Apakah di Rembang seperti itu?

            Peserta kedua yakni Editya menanyakan kalau warga di Pati sudah jelas hampir semua menolak pabrik semen, sedangkan di Rembang tidak. Kira-kira apakah di Rembang bisa seperti Pati yakni mampu membatalkan pabrik semen? Editya yang kebetulan sebagai warga Rembang mengaku tidak tahu harus bersikap seperti apa terkait kasus ini. Ia pun menanyakan kepada panitia penyelenggara apakah diskusi ini untuk menggiring opini menolak pembangunan pabrik semen? Karena menurutnya kasus ini penting dilihat dari dua sisi.

Gun Retno menjawab pertanyaan dari peserta. Ia mengatakan MP3EI harusnya dikaji ulang karena tidak sesuai daya dukung, dalam MP3EI sendiri pulau Jawa diproyeksikan menjadi area industri. Terkait kondisi di lapangan, pola yang terjadi Rembang pabrik semen lebih senang mendekati tokoh-tokoh yang punya pengaruh. Namun meski begitu di Rembang juga pernah terjadi kekerasan terhadap 9 orang warga di sana. Dan terakhir Kang Gun berharap agar kampus menjadi agen perubahan terkait ketidakadilan.

            Mengenai MP3EI Cipta sepakat seperti apa yang dikatakan Kang Gun kalau MP3EI tidak sesuai daya dukung, bahkan dalam pembuatannya masyarakat tidak dilibatkan. Ia mengatakan kasus Rembang yang dirugikan bukan warga daerah Gunem saja, tapi juga warga Rembang keseluruhan. Karena penambangan itu dapat menyebakan kekurangan air di seluruh Rembang. Mengenai bagaimana harus bersikap, Cipta menyarankan agar mencari informasi-informasi yang ada di media-media alternatif yang memang mengangkat isu Rembang. Dari situ bisa melihat mana yang benar dan salah. 

No comments:

Post a Comment