Thursday 10 March 2016

Refleksi 49: Apa yang mesti dilakukan persma di UII sekarang?



Oleh: Moch. Ari Nasichuddin*

Sudah banyak ulasan yang memperdebatkan lebih penting mana organisasi dan kuliah. Sudah banyak pula yang berbicara aktif di lembaga mahasiswa cenderung dapat mengacaukan perkuliahan sesuai jurusan masing-masing. Begitu pula di pers mahasiswa. Aktivitas persma yang dituntut berwacana, berdiskusi, dan berkarya amat merenggut waktu-waktu untuk menjadi mahasiswa rajin, berprestasi, sukur-sukur IPK tinggi. Tapi apakah kira-kira tidak dikombinasikan konsen studi di perkuliahan dengan aktivitas persma?

Tidak mudah menjadi pegiat persma di kampus UII yang notabene lebih banyak rumpun eksak daripada sosial. Meskipun menurut saya ini bukan alasan, tapi pada prakteknya turut mempengaruhi kemampuan mahasiswanya menjadi sulit merespon pergolakan sosial masyarakat. Kadang mahasiswa yang dari rumpun sosial pun ikut ketularan asosial.

Dalam buku Ilmu dan Kapital, Najib Yuliantoro menuliskan bahwasanya ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan di belakangnya. Dengan posisi seperti ini akan ada potensi apakah ilmu pengetahuan akan diimplementasikan sesuai kemaslahatan umat atau untuk keuntungan golongan tertentu. Untuk itu melihat dinamika permasalahan sosial saat ini dibutuhkan manusia yang mampu mengontekskan segala macam konsen studi pengetahuan mereka demi kepentingan masyarakat. Kebutuhan akan manusia yang mampu mengontekskan pengetahuan inilah yang mesti dibaca oleh persma.

Kita mesti menyadari bahwasanya segala konsen studi apapun itu, entah kimia, informatika, hukum, dan sebagainya akan diimplementasikan ke masyarakat. Analisis teori dari konsen studi itu mampu menjadi pisau kupas untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi terhadap suatu permasalah dan bagaimana seharusnya. Dan persma di UII sekarang harus membaca itu.

Persma di UII mesti memposisikan diri sebagai ruang kontektualisasi segala konsen studi yang ada di kampus. Kontekstualisasi ini membenturkan segala jurusan yang dengan problem masyarakat. Semisal dari studi Teknologi bagaimana mereka melihat manuver Jokowi ke kantor Facebook dan Google. Apa efek dari perkembangan teknologi di Indonesia setelah kerjasama pemerintah Indonesia dengan raksasa Teknologi itu. Kalaupun teknologi di Indonesia menjadi maju, siapa yang diuntungkan dari kemajuan itu? Apakah rakyat miskin di pelosok negeri atau kelas menengah perkotaan saja?

Atau dari studi Teknik Sipil, bagaimana baiknya teknik sipil memposisikan diri terhadap pembangunan hotel dan mall secara tidak beraturan di Jogja. Dan studi Ilmu Ekonomi juga bisa berbicara tentang nasib konsepsi kooperasi sekarang. Apakah konsep kooperasi Hatta dan Aidit masih relevan? Dan masih banyak kontekstualisasi studi yang bisa dilakukan.

Bicara perkembangan persma di UII memang tidak bisa dilepaskan dari kiprah LPM HIMMAH UII. Mengingat sebelum tahun 2000an, antara LPM Universitas dan LPM Fakultas mempunyai garis struktur. Mahasiswa yang ingin masuk HIMMAH mesti masuk LPM F sebelumnya. HIMMAH menjadi puncak aktivitas dari pegiat pers mahasiswa UII.

Namun sekarang sudah berubah. Garis sudah dihapuskan, dan setiap LPM sudah mempunyai otonomi sendiri. Program kerja dan keuangan tidak perlu teken dari PU HIMMAH untuk dijalankan. Kondisi sekarang saat ini sangat potensial untuk menjalankan kontekstualisasi pengetahuan di atas. Setiap persma fakultas akan mempunyai dinamika berbeda-beda dari segi kajian pemikiran dan karya. Dengan perspektif sesuai konsen studi setiap fakultas. Tentunya kalau ini dijalankan kegalauan apakah mahasiswa lebih mementingkan perkuliahan atau tidak ini dapat dihapuskan. Karena dengan keaktifan mereka di persma secara tidak langsung tidak bertentangan dengan studi mereka, karena mereka bisa melakukan pengonteksan teori yang dipelajari di bangku kuliah, dengan kondisi masyarakat.

Efek positif lain yang didapat kader persma-persma ketika lulus nanti akan lebih mampu berbicara (dan berpihak ) terhadap masyarakat. Dengan segala profesi yang akan jalani, entah itu jurnalis, advokat, programmer, apoteker, dan sebagainya. Persma di UII harus berpikir jauh sampai bagaimana kader persma berkiprah. Tidak hanya sebatas ketika masih jadi pengurus aktif saja, tapi bagaimana ketika mereka sudah menjadi alumni dengan tetap membawa nilai-nilai progresif yang mereka pelajari ketika di persma.

Khusus HIMMAH, dengan umur yang hampir setengah abad pastinya banyak torehan yang sudah diperbuat. HIMMAH harus menyadari umur mereka yang sudah tua ini. Pemikiran-pemikiran yang lebih modern mesti diciptakan oleh kader HIMMAH. Karena biasanya penyakit organisasi gerakan yang sudah tua adalah susah keluar dari pakem yang sudah dilakukan oleh generasi sebelumnya. HIMMAH harus bisa berkeluar dari itu. Posisi HIMMAH sebagai pers universitas menjadi tantangan sendiri bagaimana mereka  harus bisa mengkomunikasikan antar lintas ilmu yang harapannya menghasilkan pemikiran kritis terhadap permasalahan masyarakat. Inisiasi HIMMAH dalam kontekstualisasi akan turut mempunyai efek terhadap dinamika pers fakultas meskipun secara struktural tidak mempunyai garis.

Dengan umur hampir setengah abad sudah banyak kader persma yang lahir dari rahim HIMMAH. Entah itu sebelumnya juga aktif di pers fakultas atau hanya di HIMMAH saja. Untuk itu anggota persma di UII yang sudah bergabung dengan masyarakat perlu diorganisir dalam sebuah serikat. Serikat ini bisa jadi ruang koordinasi dan komunikasi bagaimana persma di UII melihat dinamika permasalahan bangsa dan bagaimana sikap, keberpihakan alumni persma di UII terhadap masalah itu.

Oleh karena itu, lagi-lagi penulis tekankan, persma di UII, khususnya HIMMAH harus berpikir jauh sampai bagaimana peran kader mereka berkontribusi bagi bangsa, bagi nusantara. Dengan mendasarkan diri pada kontekstualisasi pengetahuan, kader persma akan dilatih memihakkan studi mereka sesuai masalah yang ada. Dinamika kontekstualisasi ini akan turut membentuk pemikiran dan budaya anggota persma ketika sudah lulus. Aktivisme apa yang cocok sesuai bidang mereka, kontribusi politik apa yang bisa dilakukan, dan lain sebagainya. Karena akan sangat merugi jika persma di UII hanya berpikir dalam lingkaran sempit saja, tapi melalaikan kontribusi yang bisa dilakukan kader mereka terhadap nusantara.[]

*Pemimpin Umum LPM HIMMAH UII 2013-2015

No comments:

Post a Comment